Candi Tara, Peninggalan Budha Tertua di Yogyakarta
Banyak orang selalu menyebut Borobudur saat
membicarakan bangunan candi Budha. Padahal, ada banyak candi bercorak
Budha yang terdapat di Yogyakarta, salah satu yang berkaitan erat dengan
Borobudur adalah Candi Tara. Candi yang terletak di Kalibening, Kalasan
ini dibangun oleh konseptor yang sama dengan Borobudur, yaitu Rakai
Panangkaran. Karena letaknya di daerah Kalasan, maka candi ini lebih
dikenal dengan nama Candi Kalasan.
Selesai dibangun pada tahun 778 M, Candi Tara menjadi
candi Budha tertua di Yogyakarta. Candi yang berdiri tak jauh dari
Jalan Yogya Solo ini dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan
Pancapana dari Dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari
Dinasti Syailendra. Selain sebagai hadiah perkawinan, candi itu juga
merupakan tanggapan usulan para raja untuk membangun satu lagi bangunan
suci bagi Dewi Tara dan biara bagi para pendeta.
Candi Tara adalah bangunan berbentuk dasar bujur sangkar dengan
setiap sisi berukuran 45 meter dan tinggi 34 meter. Bangunan candi
secara vertikal terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi
dan atap candi. Bagian kaki candi adalah sebuah bangunan yang berdiri di
alas batu berbentuk bujur sangkar dan sebuah batu lebar. Pada bagian
itu terdapat tangga dengan hiasan makara di ujungnya. Sementara, di
sekeliling kaki candi terdapat hiasan sulur-suluran yang keluar dari
sebuah pot.
Tubuh candi memiliki penampilan yang menjorok keluar di
sisi tengahnya. Di bagian permukaan luar tubuh candi terdapat relung
yang dihiasi sosok dewa yang memegang bunga teratai dengan posisi
berdiri. Bagian tenggaranya memiliki sebuah bilik yang di dalamnya
terdapat singgasana bersandaran yang dihiasi motif singa yang berdiri di
atas punggung gajah. Bilik tersebut dapat dimasuki dari bilik penampil
yang terdapat di sisi timur.
Bagian atap candi berbentuk segi delapan dan terdiri
dari dua tingkat. Sebuah arca yang melukiskan manusia Budha terdapat
pada tingkat pertama sementara pada tingkat kedua terdapat arca yang
melukiskan Yani Budha. Bagian puncak candi berupa bujur sangkar yang
melambangkan Kemuncak Semeru dengan hiasan stupa-stupa. Pada bagian
perbatasan tubuh candi dengan atap candi terdapat hiasan bunga makhluk
khayangan berbadan kerdil disebut Gana.
Bila anda mencermati detail candi, anda juga akan
menjumpai relief-relief cantik pada permukaannya. Misalnya relief pohon
dewata dan awan beserta penghuni khayangan yang tengah memainkan
bunyi-bunyian. Para penghuni khayangan itu membawa rebab, kerang dan
camara. Ada pula gambaran kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran.
Relief di Candi Tara memiliki kekhasan karena dilapisi dengan semen kuno
yang disebut Brajalepha, terbuat dari getah pohon tertentu.
Di sekeliling candi terdapat stupa-stupa dengan tinggi
sekitar 4,6 m berjumlah 52 buah. Meski stupa-stupa itu tak lagi utuh
karena bagiannya sudah tak mungkin dirangkai utuh, anda masih bisa
menikmatinya. Mengunjungi candi yang sejarah berdirinya diketahui
berdasarkan Prasasti Candi yang berhuruf Panagari ini, anda akan semakin
mengakui kehebatan Rakai Panangkaran yang bahkan sempat membangun
bangunan suci di Thailand.
Candi ini juga menjadi bukti bahwa pada masa lalu telah
ada upaya untuk merukunkan pemeluk agama satu dengan yang lain.
Terbukti, Panangkaran yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas
usulan para pendeta Budha dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga
beragama Budha. Candi ini pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci
yang menginspirasi Atisha, seorang Budhis asal India yang pernah
mengunjungi Borobudur dan menyebarkan Budha ke Tibet.
Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Singgih Dwi Cahyanto
Copyright © 2006 YogYES.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar